IMG_20250325_194024

Ustadz Nur Rohim: Merangkai Khidmat dari Balik Meja Sekretariat

“Berjalan Seadanya, Berkhidmat Sepenuh Jiwa”

Lampung Selatan, NU Media Jati Agung Menjadi pengurus organisasi sekelas Nahdlatul Ulama di tingkat Majelis Wakil Cabang (MWC) tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Apalagi bila jabatan yang diemban adalah sekretaris: tulang punggung administrasi, perangkai koordinasi, dan penjaga ritme organisasi.

Tapi bagi Ustadz Nur Rohim, S.Pd.I., semua dijalani tanpa banyak suara, tanpa pamrih, dan tanpa syarat.

Pria kelahiran Desa Tambak Kerto, Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Pringsewu ini dikenal sebagai sosok rendah hati, tenang, dan penuh pengabdian.

Di balik sosok kalemnya, ada jejak panjang perjalanan organisasi yang telah ditempuh dengan penuh konsistensi.

 

  • Pendidikan dan Perjalanan Organisasi

 

Pendidikan terakhirnya adalah S1 Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Agus Salim, Metro Lampung . Tak hanya menekuni dunia akademik, sejak muda beliau aktif dalam organisasi keagamaan.

Pernah menjabat sebagai Ketua BKPRMI (Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia) di Desa Sumber Jaya sekitar tahun 2000.

Foto: Ustadz Nur Rohim, S.Pd.I., saat bersama Rois Syuriah dan Mustasyar MWCNU Jati Agung, Kyai Masduki, dan Kyai Nurkholis Ahmad.

Keterlibatannya di NU dimulai pada tahun 2014 sebagai Wakil Sekretaris MWCNU Jati Agung , saat itu di bawah kepemimpinan Kyai Abdul Aziz sebagai Ketua Tanfidziyah dan Kyai Muhammad Ishar sebagai Rois Syuriah .

Sejak itu, amanah terus mengalir: menjabat sebagai Sekretaris MWCNU dua periode berturut-turut, 2019–2024 dan kini 2024–2029.

 

  • Belajar Berjamaah Lewat Organisasi

 

Ketika ditunjuk sebagai sekretaris, yang terlintas pertama kali dalam benak beliau justru bukanlah rasa percaya diri, melainkan keraguan.  Apakah bisa? Apakah mampu?” Itu pertanyaan yang sempat terlintas.

Namun kemudian waktu memberikan jawaban. Perlahan-lahan, peran dijalani, tanggung jawab dipeluk erat, dan pengabdian tumbuh dengan sendirinya.

“Belajar berjama’ah melalui organisasi,” singkatnya tapi sarat makna .

 


Baca Juga: Kyai Masduki: Dari Membuat Bata di Pesantren Hingga Rois Syuriah MWCNU Jati Agung


 

  • Ritme Harian dan Tantangan Kesekretariatan

 

Sebagai sekretaris, tugas harian Ustadz Nur Rohim cukup padat. Mulai dari melaksanakan tugas dari ketua, menyiapkan berkas untuk kegiatan, hingga silaturahmi dengan sesama pengurus.

Namun, jalan tak selalu mulus. Salah satu tantangan terbesar menurutnya adalah minimnya fasilitas administrasi dan kurangnya bimbingan dari tingkat organisasi di atas.

Bahkan hingga kini, beliau masih menggunakan laptop dan printer pribadi demi lancarnya administrasi organisasi.

“Sarana organisasi sangat terbatas, dan belum diupayakan, semoga di era kepengurusan ini kita bisa berbenah lebih baik lagi,” ucapnya pelan. Tapi tidak ada nada kecewa, hanya ketulusan.

 

  • Momen yang Membanggakan

 

 

Meski banyak keterbatasan, momen yang paling memuaskan justru datang dari hal yang paling sederhana: ketika bisa berkhidmat tanpa berharap imbalan apa pun. Satu kalimat ini mencerminkan semangat sebagai abdi NU sejati.

 

  • Pandangan Strategis dan Visi Organisasi

 

Dalam pandanganya, MWCNU Jati Agung sudah menjalankan peran sosial dan kerohanian dengan cukup baik. Namun ada satu hal yang beliau soroti: perekonomian.

Banyaknya kegiatan KBNU yang membutuhkan dana, namun hingga kini, urusan ekonomi masih terabaikan. Menurutnya, hal ini perlu segera dimusyawarahkan.

Visi ke depan, beliau ingin memperkuat sinergi antar lembaga di bawah MWCNU melalui monitoring, evaluasi, dan pembinaan.

Sementara menurutnya strategi menjaga soliditas dan transparansi yang paling  efektif yaitu dengan berkoordinasi dan bermusyawarah.

 

  • Prinsip, Inspirasi, dan Makna NU

 

Dalam menjalankan amanah, Ustadz Nur Rohim memegang prinsip:

“Jalani sesuai kemampuan, berusaha lillah, berharap billah”

Tiga nama besar Tokoh NU menjadi inspirasinya: Hadratusyeikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Baginya, NU bukan sekedar organisasi, tapi jalan hati. Sejarah besar NU memanggil simpati dan jalan Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah terasa paling cocok di hati.

“Dengan harapan para ulama NU dapat membimbing kami agar selamat dunia dan akhirat,” ucapnya penuh harap.

 

  • Kehidupan Sehari-hari: Sederhana, Bermakna

 

Di luar organisasi, Ustadz Nur Rohim adalah kepala keluarga yang tetap bekerja mencari nafkah. Ia juga masih menyempatkan diri untuk mengajar huruf hijaiyyah bersama anak-anak, hal itu menjadi sebuah rutinitas kecil yang sarat dengan keberkahan.

Ditanya Soal dukungan keluarga?, beliau bersyukur karena sang istri juga aktif sebagai Wakil Ketua PAC Muslimat Jati Agung. Mereka saling mendukung dan saling mengingatkan dalam kebaikan.

 

  • Pesan untuk Generasi Muda dan Harapan Masa Depan

 

Kepada generasi muda NU, pesannya tegas namun sederhana:

“Bersedia bergabung dalam kegiatan yang digelar oleh KBNU Jati Agung, apapun kegiatannya,” Ungkapnya.

Adapun harapan besarnya untuk MWCNU Jati Agung ke depan adalah:

“Lebih maju, lebih jaya. Personilnya solid dan rukun. Dapat mengemban amanah dengan baik dan mampu mengikuti perkembangan zaman. Mampu mencermati situasi internal maupun eksternal secara bijaksana,” Tuturnya.

 

  • Hikmat dalam Sunyi, Khidmat Tanpa Syarat

 

Dari balik meja kesekretariatan yang sederhana, dari suara yang tak banyak bicara, Ustadz Nur Rohim telah memberi teladan: bahwa mengurus NU bukan soal jabatan, tapi pengabdian. Bukan soal gaji, tapi soal hati. Dan bukan soal panggung, tapi jalan menuju ridha Illahi. (ARF).

Berita Lainnya