Lampung Selatan, NU Media Jati Agung Di langit biru yang luas, seekor elang terbang tinggi dengan tenang. Ia terkenal sebagai burung yang kuat, bijaksana, dan dihormati oleh banyak makhluk di hutan. Namun, tidak semua burung menyukainya. Seekor gagak merasa iri.
“Kenapa semua burung memuji elang?” pikir gagak. “Aku juga bisa terbang, suaraku nyaring, kenapa tak ada yang menghormatiku?”
Dipenuhi rasa iri, gagak mulai mengganggu elang setiap kali ia terbang. Ia terbang mendekat dan mencakar sayap elang, mencicit keras di telinganya, bahkan menggigit bulu-bulunya.
Namun, elang tidak pernah membalas. Ia hanya terus terbang lebih tinggi, menembus awan, meninggalkan gagak kelelahan di belakang.
Suatu hari, seekor burung hantu tua melihat kejadian itu dan bertanya kepada elang, “Mengapa kau tidak melawan, padahal kau lebih kuat dari gagak itu?”
Elang menjawab dengan tenang, “Karena kalau aku berhenti dan membalas gangguannya, aku akan turun ke tingkatnya. Sementara tujuanku adalah langit yang lebih tinggi, bukan berdebat dengan mereka yang tak tahu arah terbangnya.”
- Burung hantu mengangguk kagum.
Beberapa hari kemudian, gagak kembali mencoba mengganggu elang. Tapi kali ini, elang terbang lebih tinggi dan lebih cepat.
Gagak mencoba mengikuti, tapi udara di ketinggian terlalu tipis dan dingin untuknya. Sayapnya lelah, napasnya terengah. Ia akhirnya jatuh ke pepohonan dan tak bisa lagi terbang jauh selama beberapa hari.
Sementara itu, elang melayang damai di angkasa, bebas dari gangguan.
Pesan moral:
Jika kamu dizalimi atau diganggu, jangan buru-buru membalas. Kadang diam dan naik lebih tinggi adalah cara terbaik untuk menang—biarkan mereka kelelahan sendiri dengan kedengkiannya. (Redaksi)