IMG_20250325_194024

3 Ciri Orang Bertakwa Menurut Gus Amir, Bekal Hidup Bahagia

Pringsewu, MWC NU Jati Agung- Ketakwaan bukan sekedar ritual, melainkan fondasi dalam menjalani hidup. Pimpinan Majelis Persatuan Santri Kalong (PSK) Kabupaten Pringsewu, Gus Amir Ma’ruf Ridwan, mengajak umat Islam untuk memahami dan mengamalkan tiga ciri utama orang bertakwa yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 133-134.

  • Makna Infak dan Kesabaran dalam Ketakwaan

Dalam mau’izhah hasanah yang disampaikannya pada acara dzikir dan shalawat Yayasan Al Ma’ruf, Margodadi, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, Sabtu (12/4/2025), Gus Amir memaparkan bahwa ciri pertama orang bertakwa adalah ringan tangan dalam berinfak, baik saat kelapangan maupun di tengah kesempitan.

“Orang yang bertakwa tidak menunggu kaya untuk bersedekah. Mereka tetap berinfak meskipun dalam kondisi sulit, karena sadar bahwa harta hanyalah titipan Allah,” jelasnya.


Baca Juga : MWCNU Tanjung Sari Gelar Halal Bihalal dan Istighosah Bersama


Keteguhan dalam berinfak, menurut Gus Amir, menjadi bukti bahwa seorang Muslim percaya kepada janji Allah, bahwa setiap kebaikan akan mendapat balasan berlipat ganda.

  • Mampu Menahan Amarah dan Memaafkan Kesalahan

Selain dermawan, Gus Amir juga menyoroti pengendalian emosi sebagai ciri kedua orang bertakwa. Ia menekankan pentingnya kesabaran saat menghadapi kemarahan dan tidak membiarkan emosi menguasai diri.

Saat amarah muncul, orang bertakwa memilih menahan diri sebagai bentuk kedewasaan spiritual dan wujud akhlak mulia.

Tak hanya itu, memaafkan kesalahan orang lain menjadi ciri ketiga yang mencerminkan ketakwaan seseorang.

Gus Amir menegaskan bahwa memaafkan akan mendatangkan ketenangan batin dan ridha dari Allah.

  • Ketakwaan sebagai Landasan Kehidupan Sosial

Dalam penjelasannya, Gus Amir menanamkan nilai-nilai ketakwaan ini dengan latihan spiritual selama bulan Ramadhan, yang mengajarkan umat untuk memperkuat ibadah sekaligus kepedulian sosial.

“Ketiga ciri ini sangat relevan dengan nilai-nilai yang kita latih selama bulan Ramadhan. Puasa merupakan ibadah vertikal yang menghapus dosa kepada Allah, dan zakat adalah bentuk solidaritas sosial yang membersihkan harta sekaligus menghapus dosa kepada sesama,” ungkap Wakil Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Pringsewu ini.

Ia juga menambahkan bahwa momen Idul Fitri menjadi puncak penyempurna ketakwaan, di mana umat saling memaafkan dan menahan amarah sebagai wujud kesalehan sosial.

  • Majelis Dzikir Yayasan Al Ma’ruf, Tempat Menimba Keberkahan

Acara dzikir dan shalawat tersebut sekaligus menjadi pembukaan rutinan Majelis Dzikir Yayasan Al Ma’ruf yang digelar setiap selapanan.

Kepala Madrasah Aliyah Al Ma’ruf Margodadi, Muhammad Gufron, berharap kegiatan ini menjadi ikhtiar spiritual untuk mendapatkan keberkahan dan mencetak generasi unggul.

Yayasan Al Ma’ruf yang berdiri sejak dirintis oleh KH Ma’ruf, telah menjadi lembaga favorit di Kabupaten Tanggamus, dengan membina pendidikan dari jenjang TK hingga MA.

  • Testimoni Alumni: Keberkahan Lahir dari Ketekunan dan Tradisi

Dalam kesempatan tersebut, alumni pertama MA Al Ma’ruf, H Muhammad Faizin, turut mengungkapkan rasa syukurnya atas perkembangan lembaga.

“Saya merasakan banyak keberkahan sebagai alumni. Dulu ketika saya menjadi siswa, kondisinya sangat sederhana, namun sekarang perkembangan MA Al Ma’ruf luar biasa,” ungkapnya.

Ia juga menekankan pentingnya menjaga prinsip pendidikan yang adaptif terhadap perkembangan zaman, tanpa melupakan akar tradisi.

“Ini harus terus dijaga dengan prinsip al-muhafazhatu ‘ala al-qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah yaitu merawat tradisi, merespons modernisasi,” pungkas Ketua PCNU Kabupaten Pringsewu tersebut. (ARIF)

Sumber : NU Online

Berita Lainnya